BUDAYA GOTONG
ROYONG
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Manusia
sebagai pelaku dalam melaksanakan gotong royong, dimana gotong royong ini telah
menjadi budaya bangsa indonesia sejak dahulu. Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti
bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Bersama-sama
dengan musyawarah, pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong menjadi dasar Filsafat
Indonesia seperti
yang dikemukakan oleh M. Nasroen. Gotong
royong dapat dilakukan dalam lingkungan masyarakat, lingkungan sekolahan,
lingkungan keluarga.
B.
MAKSUD DAN TUJUAN
Tujuan diadakannya gotong royong untuk mempercepat
pekerjaan dalam tujuan bersama,seperti membersihkan sampah-sampah agar terhidar
dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh sampah.
C.
KASUS/STUDI
Warga
perumahan gn.putri bergotong royong membersihkan lingkungan mulai dari
pekarangan yang berantakan, membersihkan got dari sampah, dan lain-lain.
Bertujuan untuk menghindari warga dari penyakit, dan memperindah lingkungan.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
MANUSIA
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda
dari segi biologis,
rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran.
Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo
sapiens
(Bahasa
Latin
yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana,
dalam agama, dimengerti dalam
hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan
dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka
dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam
masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama
berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama
lain serta pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling
utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin
seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai
putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah
berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
Selain itu masih banyak
penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna
kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama
(penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ),
hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri,
keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.
B.
BUDAYA
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem
agama dan politik, adat
istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni.Bahasa,
sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan
sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika
berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya
adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra
yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang
memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti
"individualisme kasar" di Amerika,
"keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali
anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia
makna dan nilai logis
yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh
rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka
yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya
meramalkan perilaku orang lain.
C.
BUDAYA GOTONG ROYONG
Gotong royong
merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk
mencapai suatu hasil yang didambakan. Bersama-sama dengan musyawarah, pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong menjadi dasar Filsafat
Indonesia seperti
yang dikemukakan oleh M. Nasroen. Sikap gotong royong adalah bekerja bersama-sama dalam
menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut
secara adil, atau suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan
secara suka rela oleh semua warga menurut batas kemampuannya masing-masing.
Pekerjaan
jika dilakukan dengan cara gotong royong akan lebih mudah dan ringan.
Pada dasarnya manusia itu tergantung pada manusia lainnya, dan bahwa manusia
tidak hidup sendiri melainkan hidup bersama dengan orang lain atau lingkungan
sosial. Sifat gotong royong dan kekeluargaan didaerah pedesaan lebih menonjol
dalam pola kehidupan mereka, seperti memperbaiki dan membersihkan jalan, atau
membangun/memperbaiki rumah, sedangkan diperkotaan gotong royong dapat dijumpai
dalam kegitan kerja bakti di Rt/Rw, disekolah dan bahkan dikantor-kantor,
misalnya pada saat memperingati hari-hari besar nasional dan keagamaan, mereka
bekerja tanpa imbalan jasa, karena demi kepentingan bersama. Dari sini
timbullah rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong, sehingga dapat
terbina rasa kesatuan dan persatuan nasional, di bandingkan dengan cara
individualisme yang mementingkan diri sendiri maka akan memeperlambat
pembangunan di suatu daerah. Karena individualisme itu dapat menimbulkan
keserakahan dan kesenjangan diantara masyarakat di desa maupun kota tersebut.
Nilai-nilai budaya asing mulai deras masuk dan menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat Indonesia. Kehidupan perekonomian masyarakat berangsur-angsur
berubah dari agraris ke industri, industri berkembang maju dan pada zaman
sekarang tatanan kehidupan lebih banyak didasarkan pada pertimbangan ekonomi,
sehingga bersifat materialistik. Maka nilai gotong royong didalam masyarakat
telah memudar. Oleh karena itu, sesuai falsafat bapak proklamator Ir. Soekarno
bahwa bangsa Indonesia harus dibangun dengan berlandaskan asas gotong royong,
untuk itu masyarakat Indonesia harus kembali pada falsafat dan budaya asli
Indonesia sendiri.
D. HILANGNYA GOTONG ROYONG PADA MASYARAKAT PEDESAAN
Masyarakat desa adalah masyarakat yang kehidupannya masih
banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat adalah sesuatu aturan
yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur
tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial hidup bersama, bekerja
sama dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir
seragam. Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik
secara langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota
adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk
diam/tidak banyak omong.
Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan kebaikan
orang lain yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas budi
sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi juga
dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan
“ngajeni”(menghargai).
Ciri-ciri yang telah diungkapkan di atas yang
seharusnya menjadi identitas mereka, di sebagian masyarakat pedesaan hal
tersebut telah pudar bahkan sebagian lagi telah hilang ditelan zaman. Contoh
konkrit, gotong royong. Masyarakat pedesaan tempo dulu menjadikan gotong royong
sebagai sebuah kearifan lokal. Bahkan menjadi sebuah gunjingan di kalangan
masyarakat jika ada seseorang yang tidak mau ikut campur dalam kegiatan
tersebut. Tapi sekarang, hal ini telah dilupakan dan terkesan individualis, yang
notabene hidup individualis adalah ciri masyarakat perkotaan dan perumahan.
Untuk menjaga nilai-nilai positif masyarakat
pedesaan dan menyaring masuknya budaya-budaya lain yang kurang cocok, hendaknya
pemerintah desa dan tokoh masyarakat pedesaan berkewajiban untuk
mengkampanyekan dan menanamkan nilai-nilai ”ke’arifan lokal” masyarakat
lingkungan desa tersebut. Namun, di samping itu, keseimbangan perlu dipegang.
Oleh karenanya, prinsip ”Memegang nilai-nilai lama yang layak (Shalih) dan
mengambil nilai-nilai baru yang lebih layak (Ashlah).” perlu mendapat
perhatian.
E. IDENTIFIKASI
MASALAH
Kesadaran untuk memiliki rasa gotong royong haruslah diawali
dari diri kita masing-masing, memiliki rasa gotong royong yang tinggi akan
membangun solidaritas dan kepedulian terhadap lingkungan juga bisa menurunkan
rasa individualisme maupun kelompok. Dari kesadaran untuk memiliki rasa
tanggung jawab bersama akan menciptakan kerukunan antar masyarakat. Sehingga
ideologi-ideologi ekstrimisme atau radikal maupun sikap liar dari masyarakat
yang akhir-akhir ini bermunculan akan bisa ditanggulangi yang akan menciptakan
karakter bangsa sesuai falsafat pancasila.
BAB
3
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Bahasan
dengan tema manusia sebagai makhluk berbudaya, dengan salah satunya budaya
indonesia yaitu gotong royong, menjelaskan pengertian gotong royong, manusia ,
dan budaya.demikian tulisan saya kali ini kurang lebihnya mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA :
www.google.com