Sabtu, 12 Mei 2012

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERBUDAYA

,

BUDAYA GOTONG ROYONG
 

BAB 1
PENDAHULUAN

          A.     LATAR BELAKANG
             Manusia sebagai pelaku dalam melaksanakan gotong royong, dimana gotong royong ini telah menjadi budaya bangsa indonesia sejak dahulu. Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Bersama-sama dengan musyawarah, pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong menjadi dasar Filsafat Indonesia seperti yang dikemukakan oleh M. Nasroen. Gotong royong dapat dilakukan dalam lingkungan masyarakat, lingkungan sekolahan, lingkungan keluarga. 

 B.     MAKSUD DAN TUJUAN
Tujuan diadakannya gotong royong untuk mempercepat pekerjaan dalam tujuan bersama,seperti membersihkan sampah-sampah agar terhidar dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh sampah.

            C.     KASUS/STUDI
  Warga perumahan gn.putri bergotong royong membersihkan lingkungan mulai dari pekarangan yang berantakan, membersihkan got dari sampah, dan lain-lain. Bertujuan untuk menghindari warga dari penyakit, dan memperindah lingkungan.

BAB 2
PEMBAHASAN
           A.     MANUSIA
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.

          B.      BUDAYA       
     Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

C.     BUDAYA GOTONG ROYONG         
       Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Bersama-sama dengan musyawarah, pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong menjadi dasar Filsafat Indonesia seperti yang dikemukakan oleh M. Nasroen.  Sikap gotong royong adalah bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil, atau suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara suka rela oleh semua warga menurut batas kemampuannya masing-masing.
Pekerjaan jika dilakukan dengan cara gotong royong akan lebih mudah dan ringan. Pada dasarnya manusia itu tergantung pada manusia lainnya, dan bahwa manusia tidak hidup sendiri melainkan hidup bersama dengan orang lain atau lingkungan sosial. Sifat gotong royong dan kekeluargaan didaerah pedesaan lebih menonjol dalam pola kehidupan mereka, seperti memperbaiki dan membersihkan jalan, atau membangun/memperbaiki rumah, sedangkan diperkotaan gotong royong dapat dijumpai dalam kegitan kerja bakti di Rt/Rw, disekolah dan bahkan dikantor-kantor, misalnya pada saat memperingati hari-hari besar nasional dan keagamaan, mereka bekerja tanpa imbalan jasa, karena demi kepentingan bersama. Dari sini timbullah rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong, sehingga dapat terbina rasa kesatuan dan persatuan nasional, di bandingkan dengan cara individualisme yang mementingkan diri sendiri maka akan memeperlambat pembangunan di suatu daerah. Karena individualisme itu dapat menimbulkan keserakahan dan kesenjangan diantara masyarakat di desa maupun kota tersebut. Nilai-nilai budaya asing mulai deras masuk dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Kehidupan perekonomian masyarakat berangsur-angsur berubah dari agraris ke industri, industri berkembang maju dan pada zaman sekarang tatanan kehidupan lebih banyak didasarkan pada pertimbangan ekonomi, sehingga bersifat materialistik. Maka nilai gotong royong didalam masyarakat telah memudar. Oleh karena itu, sesuai falsafat bapak proklamator Ir. Soekarno bahwa bangsa Indonesia harus dibangun dengan berlandaskan asas gotong royong, untuk itu masyarakat Indonesia harus kembali pada falsafat dan budaya asli Indonesia sendiri.

D.     HILANGNYA GOTONG ROYONG PADA MASYARAKAT PEDESAAN

Masyarakat desa adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat adalah sesuatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial hidup bersama, bekerja sama dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam. Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.
Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”(menghargai).
Ciri-ciri yang telah diungkapkan di atas yang seharusnya menjadi identitas mereka, di sebagian masyarakat pedesaan hal tersebut telah pudar bahkan sebagian lagi telah hilang ditelan zaman. Contoh konkrit, gotong royong. Masyarakat pedesaan tempo dulu menjadikan gotong royong sebagai sebuah kearifan lokal. Bahkan menjadi sebuah gunjingan di kalangan masyarakat jika ada seseorang yang tidak mau ikut campur dalam kegiatan tersebut. Tapi sekarang, hal ini telah dilupakan dan terkesan individualis, yang notabene hidup individualis adalah ciri masyarakat perkotaan dan perumahan.
Untuk menjaga nilai-nilai positif masyarakat pedesaan dan menyaring masuknya budaya-budaya lain yang kurang cocok, hendaknya pemerintah desa dan tokoh masyarakat pedesaan berkewajiban untuk mengkampanyekan dan menanamkan nilai-nilai ”ke’arifan lokal” masyarakat lingkungan desa tersebut. Namun, di samping itu, keseimbangan perlu dipegang. Oleh karenanya, prinsip ”Memegang nilai-nilai lama yang layak (Shalih) dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih layak (Ashlah).” perlu mendapat perhatian.
E.      IDENTIFIKASI MASALAH
Kesadaran untuk memiliki rasa gotong royong haruslah diawali dari diri kita masing-masing, memiliki rasa gotong royong yang tinggi akan membangun solidaritas dan kepedulian terhadap lingkungan juga bisa menurunkan rasa individualisme maupun kelompok. Dari kesadaran untuk memiliki rasa tanggung jawab bersama akan menciptakan kerukunan antar masyarakat. Sehingga ideologi-ideologi ekstrimisme atau radikal maupun sikap liar dari masyarakat yang akhir-akhir ini bermunculan akan bisa ditanggulangi yang akan menciptakan karakter bangsa sesuai falsafat pancasila.
BAB 3
PENUTUP

            A.     KESIMPULAN
            Bahasan dengan tema manusia sebagai makhluk berbudaya, dengan salah satunya budaya indonesia yaitu gotong royong, menjelaskan pengertian gotong royong, manusia , dan budaya.demikian tulisan saya kali ini kurang lebihnya mohon maaf.




DAFTAR PUSTAKA :

www.google.com

0 komentar to “MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERBUDAYA”

Posting Komentar

 

PEMULA BERKARYA Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger